Alkil halida adalah turunan
hidrokarbon di mana satu atau lebih hidrogennya diganti dengan halogen.
Tiap-tiap hidrogen dalam hidrokarbon potensil digantikan dengan halogen, bahkan
ada senyawa hidrokarbon yang semua hidrogennya dapat diganti. Senyawa terfluorinasi
sempurna yang dikenal sebagai fluorokarbon, cukup menarik karena kestabilannya
pada suhu tinggi.
REAKSI ALKIL HALIDA
Alkil halida paling banyak ditemui
sebagai zat antara dalam sintesis. Mereka dengan mudah diubah ke dalam berbagai
jenis senyawa lain, dan dapat diperoleh melalui banyak cara. Reaksi alkil
halida yang banyak itu dapat dikelompokkan dalam dua kelompok, yaitu reaksi
substitusi dan reaksi eliminasi. Reaksi eliminasi melibatkan pelepasan HX, dan
hasilnya adalah suatu alkena. Banyak sekali modifikasi terhadap reaksi ini,
tergantung pada pereaksi yang digunakan.
REAKSI SUBSTITUSI NUKLEOFILIK
Reaksi
Substitusi Nukleofilik Suatu nukleofil (Z:) menyerang alkil halida pada atom
karbon hibrida-sp3 yang mengikathalogen (X), menyebabkan terusirnya halogen
oleh nukleofil. Halogen yang terusir disebut gugus pergi. Nukleofil harus
mengandung pasangan elektron bebas yang digunakan untuk membentuk ikatan baru
dengan karbon. Hal ini memungkinkan gugus pergi terlepas dengan membawa
pasangan elektron yang tadinya sebagai elektron ikatan. Ada dua persamaan umum
yang dapat dituliskan:
Pada
dasarnya terdapat dua mekanisme reaksi substitusi nukleofilik. Mereka
dilambangkan dengan SN2 adanya SN1. Bagian SN menunjukkan substitusi
nukleofilik, sedangkan arti 1 dan 2 akan dijelaskan kemudian.
Mekanisme SN2
Mekanisme
SN2 adalah proses satu tahap yang dapat digambarkan sebagai berikut:
Nukleofil menyerang dari belakang
ikatan C¾X. Pada keadaan transisi, nukleofil dan gugus pergi berasosiasi dengan
karbon di mana substitusi akan terjadi. Pada saat gugus pergi terlepas dengan
membawa pasangan elektron, nukleofil memberikan pasangan elektronnya untuk
dijadikan pasangan elektron dengan karbon.
Notasi 2 menyatakan bahwa reaksi
adalah bimolekuler, yaitu nukleofil dan substrat terlibat dalam langkah penentu
kecepatan reaksi dalam mekanisme reaksi. Adapun ciri reaksi SN2 adalah:
1. Karena nukleofil dan substrat terlibat dalam langkah
penentu kecepatan reaksi, maka kecepatan reaksi tergantung pada konsentrasi
kedua spesies tersebut.
2. Reaksi terjadi dengan pembalikan (inversi) konfigurasi.
Misalnya jika kita mereaksikan (R)-2-bromobutana dengan natrium hidroksida,
akan diperoleh (S)-2-butanol. Ion hidroksida menyerang dari belakang ikatan C¾Br.
Pada saat substitusi terjadi, ketiga gugus yang terikat pada karbon sp3 kiral itu seolah-olah terdorong oleh
suatu bidang datar sehingga membalik. Karena dalam molekul ini OH mempunyai
perioritas yang sama dengan Br, tentu hasilnya adalah (S)-2-butanol. Jadi
reaksi SN2 memberikan hasil inversi.
3. Jika substrat R-L bereaksi melalui mekanisme SN2, reaksi
terjadi lebih cepat apabila R merupakan gugus metil atau primer, dan lambat
jika R adalah gugus tersier. Gugus R sekunder mempunyai kecepatan pertengahan.
Alasan untuk urutan ini adalah adanya efek rintangan sterik. Rintangan sterik
gugus R meningkat dari metil < primer < sekunder < tersier. Jadi
kecenderungan reaksi SN2 terjadi pada alkil halida adalah: metil > primer
> sekunder >> tersier.
Mekanisme SN1
Mekanisme SN1 dalah proses dua tahap. Pada tahap pertama,
ikatan antara karbon dengan gugus pergi putus.
Pada mekanisme SN1, substitusi terjadi
dalam dua tahap. Notasi 1 digunakan sebab pada tahap lambat hanya satu dari dua
pereaksi yang terlibat, yaitu substrat. Tahap ini sama sekali tidak melibatkan
nukleofil.
Berikut ini adalah ciri-ciri suatu
reaksi yang berjalan melalui mekanisme SN1:
1. Kecapatan reaksinya tidak tergantung pada konsentrasi
nukleofil. Tahap penentu kecepatan reaksi adalah tahap pertama di mana
nukleofil tidak terlibat.
2. Jika karbon pembawa gugus pergi adalah bersifat kiral,
reaksi menyebabkan hilangnya aktivitas optik karena terjadi rasemik. Pada ion
karbonium, hanya ada tiga gugus yang terikat pada karbon positif. Karena itu,
karbon positif mempunyai hibridisasi sp2 dan berbentuk planar. Jadi nukleofil mempunyai dua arah
penyerangan, yaitu dari depan dan dari belakang. Dan kesempatan ini
masing-masing mempunyai peluang 50 %. Jadi hasilnya adalah rasemit.
Misalnya, reaksi (S)-3-bromo-3-metilheksana dengan air menghasilkan alkohol
rasemik.
Spesies antaranya (intermediate
species) adalah ion
karbonium dengan geometrik planar sehingga air mempunyai peluang menyerang dari
dua sisi (depan dan belakang) dengan peluang yang sama menghasilkan adalah
campuran rasemik. Reaksi substrat R-X yang melalui mekanisme SN1 akan
berlangsung cepat jika R merupakan struktur tersier, dan lambat jika R adalah
struktur primer. Hal ini sesuai dengan urutan kestabilan ion karbonium, 3o >
2o >> 1o.
Perbandingan Mekanisme SN1 dan SN2
Berikut memuat ringkasan mengenai
mekanisme substitusi dan mebandingkannya dengan keadaan-keadaan lain, seperti
keadan pelarut dan struktur nukleofil. Perlu diperhatikan bahwa halida primer
selalu bereaksi melalui mekanisme SN2, sedangkan halida tersier melalui
mekanisme SN1. Pada halida sekunder, terdapat dua kemungkinan.
Pada tahap pertama dalam mekanisme SN1
adalah tahap pembentukan ion, sehingga mekanisme ini dapat berlangsung lebih
baik dalam pelarut polar. Jadi halida sekunder yang dapat bereaksi melalui
kedua mekanisme tersebut, kita dapat mengubah mekanismenya dengan menyesuaikan
kepolaran pelarutnya. Misalnya, mekanisme reaksi halida sekunder dengan air
(membentuk alkohol) dapat diubah dari SN2 menjadi SN1 dengan mengubah
pelarutnya dari 95% aseton-5% air (relatif tidak-polar) menjadi 50% aseton-50%
air (lebih polar, dan pelarut peng-ion yang lebih baik).
Kekuatan nukleofil juga dapat
mengubah mekanisme reaksi yang dilalui oleh reaksi oleh reaksi SN. Jika
nukleofilnya kuat maka mekanisme SN2 yang terjadi. Berikut ini ada beberapa
petunjuk yang digunakan untuk mengetahui apakah suatu nukleofil adalah kuat
atau lemah.