Rabu, 24 Februari 2016



PENGERTIAN REAKSI ADISI
  Ø  Reaksi adisi adalah reaksi penambahan suatu atom pada ikatan rangkap dalam suatu senyawa. Pada reaksi adisi terjadi perubahan ikatan, ikatan rangkap tiga, ikatan rangkap dua atau ikatan rangkap tunggal.
  Ø  Reaksi adisi adalah reaksi penggabungan dua atau lebih molekul menjadi sebuah molekul yang lebih besar dengan disertai berkurangnya ikatan rangkap dari salah satu molekul yang bereaksi akibat adanya penggabungan. Biasanya satu molekul yang terlibat mempunyai ikatan rangkap.

     Contoh reaksi adisi adalah reaksi antara etena dengan gas klorin membentuk 1,2- dikloroetana.
     
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj-ekDloaADRMv6tGyMHQJB4WVujRrsTGN6BXUes0jnm3RH_kpERFKr_76hPg_BKNgqV5ULXt4X62qKlR_0iLtZ_5VI7NqNUP-OUeTPcjAuiBYSDRAiCjNQoSFTxhkkj7zmrdfRWZXiNu9H/s320/gmbr+1.png

Dalam reaksi adisi, molekul senyawa yang mempunyai ikatan rangkap menyerap atom atau gugus atom sehingga ikatan rangkap berubah menjadi ikatan tunggal.


Alkena dan alkuna dapat mengalami reaksi adisi dengan hidrogen, halogen maupun asam halida(HX). Untuk alkena atau alkuna, bila jumlah atom H pada kedua atom C ikatan rangkap berbeda, maka arah adisi ditentukan oleh kaidah markovnikov, yaitu atom H akan terikat pada atom karbon yang lebih banyak atom H nya (“yang kaya semakin kaya “). Pada reaksi ini berlaku hukum markovniknov.

Cara menyatakan konformasi dengan proyeksi Newman
Perhatikan kembali konformer pada etana
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi_q7AGRZ-jwvoKzbGl_5YFeIl4NjE3_k9qnMIJPTRipy5bmVKZ5kGmw52oUu4oJ7qdMhF48OLk6Twvw1M-N5m4kDIE_R_mhqE0wTGZRXKO5tdaWc-DuSIJvjLCYHLtbdXlrVnXwjPEIV1M/s320/gmbr+2.png

Cara menyatakan konformasi dengan proyeksi Newman
Dua konformer etana yang penting: ‘nyaman’ dan ‘gerhana’
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjJfx4b5t0ND_-ogTpjsKeIeyoM3kK1nu4zTVge6dmRdwga3zOS4MI_alFJzqhUxpZLD9ngmunc7DjCa-j2BxdHlbwnDPA8iNNIO75gL43Egboa3nsfKn0TvxPPsK32xLIYSYNnp2TkETXb/s320/gmbr+3.png




        Konformasi adalah suatu penataan ruang tertentu dari atom – atom dalam molekul. Struktur etana dapat digambarkan dalaa dua konformasi (bentuk) yang ekstrim. Konformer – konformer hanya berbeda dalam rotasi atom – atom sekeliling ikatan tunggal. Sesungguhnya terdapat sejumlah yang tidak terbatas konformasi yang mungkin bagi suatu molekul. Salah satunya konformasi eklips (eclipsed conformation), dimana ikatan – ikatan C-H dari atom karbon yang satu tepat dibelakang ikatan C-H pada atom karbon yang lain jika dilihat sepanjang sumbu ikatan C-C. Pada konformasi stagger (staggered conformation), dapat melihat seluruh ikatan molekul jika dilihat sepanjang ikatan C-C

konformasi+etana

        Rumus proyeksi Newman berguna dalam penggambaran konformasi ini. Jika ikatan C-C tegak lurus bidang muka dan lingkaran menyatakan bidang yang terpisah, karbon muka dan karbon belakang.

konformasi+proyeksi+Newman

        Ikatan karbon – karbon tunggal simetris terhadap sumbu ikatan. Rotasi sekeliling ikatan C-C haruslah bebas. Jika ada sedikit hambatan terhadap rotasi. Enargi bebas etana paling rendah dalam konformasi stagger dan meningkat begitu mencaai konformasi eklips. Energi yang dibutuhkan untuk mengubah suatu molekul dari konformasi stagger yang satu ke lain sangat kecil dibandingkan dengan energi rata – rata molekkul dalam kondisi biasa. Oleh karena itu, pada suhu kamar, rotasi sekeliling ikatan tunggal dalam etana pada hakekatnya bebas.
energi+konformasi


Rabu, 17 Februari 2016

PERSAINGAN SUBSTITUSI DAN ELIMINASI



Nama : Hansen Rama Putra
NIM : A1C114025

Tugas Kimia Organik II         


          Ditinjau reaksi antara alkil halida dengan kalium hidroksida yang dilarutkan dalam metil alkohol. Nukleofilnya adalah ion hidroksida, OH-, yaitu nukleofil kuat dan sekaligus adalah basa kuat. Pelarut alkohol kurang polar jika dibandingkan dengan air. Keadaan-keadaan ini menguntungkan proses-proses SN2 dan E2 jika dibandingkan dengan SN1 dan E1. 
Misalnya, gugus alkil pada alkil halida adalah primer, yaitu 1-bromobutana. Kedua proses dapat terjadi
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgSUzJjtW3VCfBRuFxstNfC4H7303XgAZ_uQuIupHc_e29Wk07F9AAWezcZZD0E0MfScC4eHDrOssgxTzuSXlY_UnECWqQg9VybIGmh1q0uxhTqb-4MHQDKlwpYN7h-vZVDq4_hNdJhrfrb/s400/Untitled.png
           Hasilnya adalah campuran 1-butanol dan 1-butena. Reaksi SN2 cenderung terjadi jika digunakan pelarut yang lebih polar (air), konsentrasi basa yang sedang, dan suhu sedang. Reaksi E2, cenderung terjadi jika digunakan pelarut yang kurang polar, konsentrasi basa yang tinggi, dan suhu tinggi.
          Seandainya kita mengganti alkil halida primer menjadi tersier, reaksi substitusi akan terhambat (ingat, urutan reaktivitas untuk reaktivitas SN2 adalah 10 >20 >> 30). Tetapi, reaksi eliminasi akan cenderung terjadi karena hasilnya adalah alkena yang lebih tersubtitusi. Pada kenyataannya, dengan t-butil bromida, hanya proses E2 yang terjadi. 
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh9DjDpe6s6pvcpSvbIeB1ZWJp2YmhvLCRoQcn_8b1NuJfaECdHGTOmKHj5CwykPSNbqECnRrN9hZ16yNpPfwCnMu7bC82uwAC1gaq6kv9rRaePjAGw4A0p9D0X7ybMuXHpUHddgTreUzev/s400/Untitled1.png
Jadi, bagaimana kita mengubah butil bromida tersier menjadi alkoholnya? Kita tidak menggunakan ion hidroksida, melainkan air. Air merupakan basa yang lebih lemah daripada ion hidroksida, sehingga reaksi E2 ditekan. Air juga merupakan pelarut polar, yang menguntungkan mekanisme ionisasi. Dalam hal ini, E1 tidak dapat dihindari sebab persaingan antara E1 dan SN1 cukup berat. Hasil utama adalah hasil subtitusi (80%), tetapi eliminasi masih terjadi (20%).
 Ringkasannya, halida tersier bereaksi dengan basa kuat dalam pelarut nonpolar memberikan eliminasi (E2), bukan subtitusi. Dengan basa lemah dan nukleofil lemah, dan dalam pelarut polar, halida tersier memberikan hasil utama subtitusi (SN1), tetapi sedikit eliminasi (E1) juga terjadi. Halida primer bereaksi hanya melalui mekanisme-mekanisme SN2 dan E2, karena mereka tidak terionisasi menjadi ion karbonium. Halida sekunder menempati kedudukan pertengahan, dan mekanisme yang terjadi sangat dipengaruhi oleh keadaan reaksi. Halida-halida sekunder dapat bereaksi melalui mekanisme SN1 dan SN2 secara serentak.

Pada alkil halida sekunder, halangan steriknya sebesar 2. Sehingga yang menyebabkan dapat terjadi reaksi eliminasi ataupun subsitusi karena terjadinya persaingan reaksi antara SN2 dan E2.
Untuk menentukannya maka dapat dilihat dari nukleofil yang digunakan. Jika nukleofil yang digunakan adalah basa lemah dalam pelarut polar aprotik maka SN2 dominan dan reaksi yang terjadi adalah reaksi subsitusi.
Jika nukleofilnya adalah basa kuat sepertiCH3CH2O-, OH-, ataupun NH2 makan reaksi E2 yang lebih dominan dan reaksi yang terjadi adalah reaksi subsitusi.
Dapat lihat pada gambar :

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg3bflBF9oB-FA1kt8p_M4NDSQM1LzXLjC2_A08gefjJ2oX1-TMJgef0teXfY2uYw_cw6BChsCMakXNgAiUrnpv_b_j7xjMBGaO3Qe5J1WZ_01JW721jzEteJBFiMgmABj0iVGR26PPkME0/s400/subsitusi+dan+eliminasi.png



Disimpulkan bahwa pada alkil halide sekunder dapat terjadi reaksi subsitusi dan reaksi elliminasi tergantung pada nukleofil yang digunakan.


Rabu, 10 Februari 2016

Reaksi substitusi nukleofilik


Alkil halida adalah turunan hidrokarbon di mana satu atau lebih hidrogennya diganti dengan halogen. Tiap-tiap hidrogen dalam hidrokarbon potensil digantikan dengan halogen, bahkan ada senyawa hidrokarbon yang semua hidrogennya dapat diganti. Senyawa terfluorinasi sempurna yang dikenal sebagai fluorokarbon, cukup menarik karena kestabilannya pada suhu tinggi.

REAKSI ALKIL HALIDA
            Alkil halida paling banyak ditemui sebagai zat antara dalam sintesis. Mereka dengan mudah diubah ke dalam berbagai jenis senyawa lain, dan dapat diperoleh melalui banyak cara. Reaksi alkil halida yang banyak itu dapat dikelompokkan dalam dua kelompok, yaitu reaksi substitusi dan reaksi eliminasi. Reaksi eliminasi melibatkan pelepasan HX, dan hasilnya adalah suatu alkena. Banyak sekali modifikasi terhadap reaksi ini, tergantung pada pereaksi yang digunakan.

REAKSI SUBSTITUSI NUKLEOFILIK
Reaksi Substitusi Nukleofilik Suatu nukleofil (Z:) menyerang alkil halida pada atom karbon hibrida-sp3 yang mengikathalogen (X), menyebabkan terusirnya halogen oleh nukleofil. Halogen yang terusir disebut gugus pergi. Nukleofil harus mengandung pasangan elektron bebas yang digunakan untuk membentuk ikatan baru dengan karbon. Hal ini memungkinkan gugus pergi terlepas dengan membawa pasangan elektron yang tadinya sebagai elektron ikatan. Ada dua persamaan umum yang dapat dituliskan:


Pada dasarnya terdapat dua mekanisme reaksi substitusi nukleofilik. Mereka dilambangkan dengan SN2 adanya SN1. Bagian SN menunjukkan substitusi nukleofilik, sedangkan arti 1 dan 2 akan dijelaskan kemudian.
         Mekanisme SN2


Mekanisme SN2 adalah proses satu tahap yang dapat digambarkan sebagai berikut:
Nukleofil menyerang dari belakang ikatan C¾X. Pada keadaan transisi, nukleofil dan gugus pergi berasosiasi dengan karbon di mana substitusi akan terjadi. Pada saat gugus pergi terlepas dengan membawa pasangan elektron, nukleofil memberikan pasangan elektronnya untuk dijadikan pasangan elektron dengan karbon.
Notasi 2 menyatakan bahwa reaksi adalah bimolekuler, yaitu nukleofil dan substrat terlibat dalam langkah penentu kecepatan reaksi dalam mekanisme reaksi. Adapun ciri reaksi SN2 adalah:
1. Karena nukleofil dan substrat terlibat dalam langkah penentu kecepatan reaksi, maka kecepatan reaksi tergantung pada konsentrasi kedua spesies tersebut.
2. Reaksi terjadi dengan pembalikan (inversi) konfigurasi. Misalnya jika kita mereaksikan (R)-2-bromobutana dengan natrium hidroksida, akan diperoleh (S)-2-butanol. Ion hidroksida menyerang dari belakang ikatan C¾Br. Pada saat substitusi terjadi, ketiga gugus yang terikat pada karbon sp3 kiral itu seolah-olah terdorong oleh suatu bidang datar sehingga membalik. Karena dalam molekul ini OH mempunyai perioritas yang sama dengan Br, tentu hasilnya adalah (S)-2-butanol. Jadi reaksi SN2 memberikan hasil inversi.
3. Jika substrat R-L bereaksi melalui mekanisme SN2, reaksi terjadi lebih cepat apabila R merupakan gugus metil atau primer, dan lambat jika R adalah gugus tersier. Gugus R sekunder mempunyai kecepatan pertengahan. Alasan untuk urutan ini adalah adanya efek rintangan sterik. Rintangan sterik gugus R meningkat dari metil < primer < sekunder < tersier. Jadi kecenderungan reaksi SN2 terjadi pada alkil halida adalah: metil > primer > sekunder >> tersier.
Mekanisme SN1
Mekanisme SN1 dalah proses dua tahap. Pada tahap pertama, ikatan antara karbon dengan gugus pergi putus.


Pada mekanisme SN1, substitusi terjadi dalam dua tahap. Notasi 1 digunakan sebab pada tahap lambat hanya satu dari dua pereaksi yang terlibat, yaitu substrat. Tahap ini sama sekali tidak melibatkan nukleofil.
Berikut ini adalah ciri-ciri suatu reaksi yang berjalan melalui mekanisme SN1:
1. Kecapatan reaksinya tidak tergantung pada konsentrasi nukleofil. Tahap penentu kecepatan reaksi adalah tahap pertama di mana nukleofil tidak terlibat.
2. Jika karbon pembawa gugus pergi adalah bersifat kiral, reaksi menyebabkan hilangnya aktivitas optik karena terjadi rasemik. Pada ion karbonium, hanya ada tiga gugus yang terikat pada karbon positif. Karena itu, karbon positif mempunyai hibridisasi sp2 dan berbentuk planar. Jadi nukleofil mempunyai dua arah penyerangan, yaitu dari depan dan dari belakang. Dan kesempatan ini masing-masing mempunyai peluang 50 %. Jadi hasilnya adalah rasemit.
Misalnya, reaksi (S)-3-bromo-3-metilheksana dengan air menghasilkan alkohol rasemik.
            Spesies antaranya (intermediate species) adalah ion karbonium dengan geometrik planar sehingga air mempunyai peluang menyerang dari dua sisi (depan dan belakang) dengan peluang yang sama menghasilkan adalah campuran rasemik. Reaksi substrat R-X yang melalui mekanisme SN1 akan berlangsung cepat jika R merupakan struktur tersier, dan lambat jika R adalah struktur primer. Hal ini sesuai dengan urutan kestabilan ion karbonium, 3o > 2o >> 1o.
            Perbandingan Mekanisme SN1 dan SN2
Berikut memuat ringkasan mengenai mekanisme substitusi dan mebandingkannya dengan keadaan-keadaan lain, seperti keadan pelarut dan struktur nukleofil. Perlu diperhatikan bahwa halida primer selalu bereaksi melalui mekanisme SN2, sedangkan halida tersier melalui mekanisme SN1. Pada halida sekunder, terdapat dua kemungkinan.


            Pada tahap pertama dalam mekanisme SN1 adalah tahap pembentukan ion, sehingga mekanisme ini dapat berlangsung lebih baik dalam pelarut polar. Jadi halida sekunder yang dapat bereaksi melalui kedua mekanisme tersebut, kita dapat mengubah mekanismenya dengan menyesuaikan kepolaran pelarutnya. Misalnya, mekanisme reaksi halida sekunder dengan air (membentuk alkohol) dapat diubah dari SN2 menjadi SN1 dengan mengubah pelarutnya dari 95% aseton-5% air (relatif tidak-polar) menjadi 50% aseton-50% air (lebih polar, dan pelarut peng-ion yang lebih baik).
Kekuatan nukleofil juga dapat mengubah mekanisme reaksi yang dilalui oleh reaksi oleh reaksi SN. Jika nukleofilnya kuat maka mekanisme SN2 yang terjadi. Berikut ini ada beberapa petunjuk yang digunakan untuk mengetahui apakah suatu nukleofil adalah kuat atau lemah.